Oleh : dr. Syarifah Rose Pandanwangi, Sp.KJ
Gangguan jiwa menduduki urutan ke-6 beban penyakit di seluruh dunia. Jiwa sendiri merupakan pikiran, perasaan dan perilaku yang dapat diukur secara kualitatif dan kuantitatif. Gangguan jiwa adalah kumpulan gejala berupa pola perilaku atau pola psikologis yang secara klinis bermakna dan secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) dan menimbulkan hendaya (disabilitas) pada satu atau lebih fungsi penting manusia. Gangguan dapat merupakan kombinasi perasaan, perilaku, komponen kognitif atau persepsi, yang berhubungan dengan fungsi tertentu pada daerah otak atau sistem saraf yang menjalankan fungsi sosial manusia. Gejala klinis gangguan jiwa yang menimbulkan penderitaan dapat berupa rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tenteram, terganggu dan gangguan fungsi organ seperti maag, pusing, berdebar-debar, kelumpuhan dll. Gejala klinis ini juga menimbulkan hendaya pada fungsi manusia, dapat sebagian atau seluruhnya yaitu fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi perawatan diri dan penggunaan waktu luang.
Penyebab gangguan mental bervariasi merupakan gabungan dari faktor biologi, faktor psikoedukasi dan sosiokultur. Gangguan jiwa ini telah dikelompokkan secara obyektif pada beberapa kelompok gangguan. Diantaranya gangguan akibat penyakit otak atau diluar otak yang mengganggu fungsi otak, gangguan akibat narkoba, gangguan proses fikir, gangguan perasaan, gangguan perilaku, gangguan pada anak dan remaja dan gangguan terkait kebudayaan. Terdapat lebih dari 100 gangguan yang telah dapat dikelompokkan, dari yang ringan sampai berat, dari yang bisa sembuh sempurna sampai menjadi gangguan kronis dan mengalami kemunduran. Lebih dari sepertiga orang di sebagian besar negara-negara melaporkan masalah pada satu waktu pada hidup mereka yang memenuhi kriteria salah satu atau lebih gangguan jiwa.
Penatalaksanaan gangguan jiwa menggunakan psikofarmaka untuk menekan dan menghilangkan gejala dan psikoterapi untuk memperbaiki kemampuan beradapatasi. Layanan untuk gangguan jiwa juga telah berkembang. Sebelum diketemukannya obat, penderita gangguan jiwa di “penjara” di rumah sakit jiwa untuk waktu tak terbatas. Dengan penemuan obat untuk gangguan jiwa pada tahun 60-an, teknologi imaging pada tahun 80-an serta riset psikososial, pelayanan kesehatan mental telah berubah. Penderita gangguan jiwa memerlukan rawat inap di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum yang mempunyai psikiater bila mengalami fase akut dari gangguan jiwanya selama 4-6 minggu sampai gejala mereda dan selanjutnya berobat di poliklinik/ instalasi rawat jalan.
Stigma atau diskriminasi merupakan hal yang umum untuk penderita gangguan jiwa. Pendapat ini menambah beban dan hendaya akibat gangguan jiwa.